Tak Perlulah Aku (harus) Keliling Dunia

Suatu kutipan kalimat yang mengingatkan saya pada sesosok bocah kecil bernama Ikal, dengan perannya yang cukup sentral dalam film berjudulkan Laskar Pelangi, bocah berasal dari salah satu kepulauan diantara beribu pulau di Indonesia dengan sumber daya alam yang cukup melimpah dengan timahnya, ialah kepulauan Bangka Belitung. Menarik memahami judul kalimat diatas yang seolah menggambarkan rasa syukur yang mendalam, dalam artiaan cukuplah kita bersyukur atas tempat kita berteduh kini, tanah air kita dengan segala kebudayaannya, kekayaannya sebagai anugrah tak tergantikan yang diberikan Sang Khaliq.

Terlepas dari itu, dilain pihak adalah cita-cita tersendiri bagi sebagian orang untuk berusaha sedapat mungkin mengelilingi atau setidaknya menjumpai beberapa tempat di dunia ini untuk sebatas menentramkan pikiran atau mungkin mengagumi kebesaran ciptaan Illahi. Tapi toh pada kenyataannya, dalam cerita Laskar Pelangi digambarkan bahwa si Ikal besar kini telah berhasil untuk setidaknya menapakkan kakinya di benua orang, benua Eropa, tepatnya negara Prancis, hasil jeri payah Ikal dalam menuntut ilmu sehingga kenyataanlah yang harus membawanya sampai berkelana ke negeri orang oleh karena beasiswa yang didapatnya guna melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Sungguh pelajaran yang mungkin cukup berharga untuk kita telaah lebih mendalam, bahwa memang pada dasarnya tak ada yang mustahil di dunia ini. selama Allah Sang khaliq masih berkehendak. Seperti contoh bocah kecil ikal yang mungkin dulunya, ia sendiri yang mengatakan tak perlulah aku keliling dunia, tapi apa boleh dikata, hasil perjuangannya justru mengantarkan ia menuju apa yang ia tak pernah cita-citakan sebelummnya. Berbeda halnya dengan lintang, sahabat dekat Ikal yang diceritakan dalam film Laskar Pelangi dengan semangat pantang menyerah, jiwa petarung, kecerdasaan menghitungnya yang sebenarnya di atas lebih tinggi dari pada Ikal, ketika beranjak dewasa ditakdirkan masih menetap di Kepulauan Belitung, bersama dengan adiknya, berlayar menjadi nelayan demi mneghidupi semua adik-adiknya semenjak keluarga mereka ditinggal ayah dan ibunya. Sangat tragis memang, tapi sekiranya dalam cerita yang uraikan dalam laskar pelangi ini, kita yakin semua ini pasti ada hikmahnya, semua ini tidak terlepas dari kebesaran Illahi yang Maha Mengatur makhluknya dengan sendirinya. “ketetapan taqdir yang memang tak satu manusia pun mengetahuinya”.


Citayam, 8 november 2009
Septian Prima Rusbariandi

Categories: catatan perjalanan hidup | Tag: | Tinggalkan komentar

Navigasi pos

silakan tuliskan komentar pada kolom dibawah ini :)

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.